RI Satu-Satunya yang Masih Impor Premium
Jakarta - Tim Reformasi
Tata Kelola Minyak dan Gas mengungkapkan, Indonesia melalui Petral selama ini
menjadi satu-satunya importir di Asia yang membeli Research Octane Number (RON)
88 alias Premium. Namun RON 88 yang dihasilkan selama ini adalah hasil dari
blending RON 92.
Ketua Tim
Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas (Migas) Faisal Basri, mengatakan meski
hanya Indonesia yang membeli RON 88, namun Petral sebagai importir RON 88
satu-satunya di Asia tidak punya kuasa dalam menentukan harga belinya.
"Kita
impor RON 88 kenyataannya di campur nafta dan RON 92, sementara proses
pembentukan harganya kita tidak punya kuasa. Jadi membuka peluang untuk kartel,
karena hanya dia yang bisa untuk menentukan harganya," ucap dalam
konferensi persnya di Kementerian ESDM, Jakarta, hari ini.
Faisal
menuturkan, saat ini di dunia RON 88 sudah sangat sulit didapatkan, oleh
karenanya pencampuran tersebut kerap dilakukan. Oleh karena itu, Tim Reformasi
merekomendasikan Pemerintah untuk menghentikan impor 88 dan beralih ke RON 92.
"Di
publikasi internasional tidak ada lagi publikasi harga oktane RON 88. Karena
harganya tidak transparan, yang ada sekarang itu harga RON 92. Likuiditasnya
lebih tinggi sehingga penetapan harganya lebih transparan. itu alasan kami
memberikan rekomendasi ini," tambahnya.
Faisal
mengaku rekomendasi ini sudah diketahui oleh Pemerintah dan Pertamina.
Selanjutnya sedang dalam proses pengkajian untuk menentukan kebijakan yang baru
terkait impor minyak mentah.
"Tidak
serta merta kilang Pertamina menghasilkan RON 92 dan butuh waktu. Kalau di stop
impor RON 88 otomatis impor lebih besar. Tapi jangka panjangnya nettonya akan
positif dan kualitas BBM-nya lebih bagus," tandasnya.
"Kita
sudah konsultasi dengan Pertamina, dan mereka bisa dua bulan paling lama lima
bulan, tapi prosesnya kan transisi. Tuntas paling lama lima bulan," ujar
Faisal lagi.
Dia
melanjutkan, dengan pemakaian RON 88 ini, menghasilkan biaya yang lebih besar
dari yang seharusnya. Oleh karena itu, nantinya akan ada dua versi RON 92 yang
beredar, yang bersubsidi dan non-subsidi.
"Mungkin
akan ada perubahan harga, tapi kami rasa hanya berbeda sedikit dari harga BBM
bersubsidi saat ini. Tapi bisa jadi harganya sama, karena RON 92 terus turun
harganya. Selain itu dampak ke lingkungan juga lebih bagus," tambahnya.
Namun, dia
mengungkapkan impor untuk RON 92 akan menjadi lebih besar. Pasalnya, kilang
minyak milik negara yang menghasilkan RON 92 kapasitas produksinya hanya 6 juta
barel per bulan. Sementara kebutuhannya sekitar 16 juta barel per bulan.
"Nanti
mungkin produksinya akan turun menjadi 5 juta, sehingga ada peningkatan impor
pastinya. Tapi dampak panjangnya lebih bagus selain untuk lingkungan juga untuk
pilar perekonomian kita. Karena otomatis konsumsi juga akan menurun,"
tandasnya. (MEDANFOTO/Was/14)
0 komentar: